Jumat, 29 Oktober 2010

Diskriminasi Sosial Pemuda indonesia

Perlu kiranya dicatat di sini, bahwa dalam arti tertentu diskriminasi mengandung arti perlakuan tidak seimbang terhadap sekelompok orang, yang pada hakekatnya adalah sama dengan kelompok pelaku diskriminasi. Obyek diskriminasi tersebut sebenarnya memiliki beberapa kapasitas dan jasa yang sama, adalah bersifat universal. Apakah diskriminasi dianggap illegal, tergantung dari nilai-nilai yang dianut masyarakat bersangkutan, atau kepangkatan dalam masyarakat dan pelapisan masyarakat yang berlandaskan pada prinsip diskriminasi. Demikianlah para tamtama/prajurit [private] di dalam jajaran ketentaraan secara sah [legitimated] didiskriminasikan [diperlakukan tak seimbang], berdasarkan kedudukannya yang masih rendah, walaupun ia telah memiliki kemampuan yang sama, atau bahkan melebihi para perwira atasan mereka.

Namun beberapa komunitas khayalan [utopian communities] telah mencoba untuk menghapuskan perbedaan-perbedaan semacam itu, dalam kedudukan kepangkatan, seringkali berdasarkan keyakinan bahwa semua orang beragama adalah sama di mata Tuhan; dan di Amerika Serikat penyebaran nilai-nilai politik dan agama telah membawa perubahan-perubahan dalam struktur masyarakat, telah menyebabkan terjadinya perlawanan terhadap segala macam diskriminasi yang bersifat agama, ras, bahkan kelas-kelas masyarakat. Kriteria masyarakat, untuk apa yang dianggap perlakuan diskriminasi terhadap seorang maupun kelompok, selalu bergeser, sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakatnya.

Menurut Theodorson & Theodorson ( 1979: 258-259), kelompok minoritas [minority groups] adalah kelompok-kelompok yang diakui berdasarkan perbedaan ras, agama, atau sukubangsa, yang mengalami kerugian sebagai akibat prasangka [prejudice] atau diskriminasi istilah ini pada umumnya dipergunakan bukanlah sebuah istilah teknis, dan malahan, ia sering dipergunakan untuk menunjukan pada kategori perorangan, dari pada kelompok-kelompok. Dan seringkali juga kepada kelompak mayoritas daripada kelompok minoritas. Sebagai contoh, meskipun kaum wanita bukan tergolong suatu kelompok (lebih tepat kategori masyarakat), atau pun suatu minoritas, yang oleh beberapa penulis sering digolongkan sebagai kelompok minoritas, karena biasanya dalam masyarakat, yang berorientasi pada pria/male chauvinism, sejak jaman Nabi Adam telah didiskriminasikan sebaliknya, sekelompok orang, yang termasuk telah memperoleh hak-hak istimewa [privileged] atau tidak didiskriminasikan, tetapi tergolong minoritas secara kuantitatif, tidak dapat digolongkan ke dalam kelompok minoritas. Oleh karenannya istilah minoritas tidak termasuk semua kelompok, yang berjumlah kecil, namun dominan dalam politik.

Akibatnya istilah kelompok minoritas hanya ditujukankepada mereka, yang oleh sebagian besar penduduk masyarakat dapat di jadikan obyek prasangka atau diskriminasi. Akhimya perlu juga dijelaskan tentang hubungan antara kelompok [lntergroup relation]. Menurut Theodorson & Theodorson ( 1979: 212) pada dasarnya istilah ini berarti penelitian mengenai hubungan antar kelompok, seperti pada kelompok minoritas dan kelompok mayoritas. Selain itu juga konsisten, atau konflik di antara suku-suku bangsa, atau kelompok-kelompok ras, sehinga dapat dianggap sebagai masalah social [social problem].

Di dalam makalah ini saya akan memfokuskan diri pada diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas yang ada di Republik Indonesia. Kelompok minoritas tersebut dapat berupa suku bangsa (etnis), kelompok agama, dan kelompok gender [gender] seperti kaum perempuan dan kaum homo seksual (baik gay maupun lesbian). Pemfokusan ini berdasarkan kenyataan bahwa walaupun negara kita sudah merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945, serta telah mempunyai UUD 45 yang pada Bab X tentang “Warga Negara” pasal 27 ayat 1, yang menganggap semua WNI memiliki persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tidak ada kecualian, dan ayat 2 mengatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun sedihnya dalam riwayat hidupnya bangsa kita, telah diselewengkan oleh para pemimpin-pemimpin di kemudian hari, yang sudah mulai berlaku sejak jaman ORLA, dan terutama mencapai puncaknya pada jaman ORBA.

Sebagai contoh misalnya orang Tionghoa di Indonesia bersama-sama dengan orang Arab, India, pada masa Kolonial Belanda digolongkan sebagai golongan Timur Asing, kemudian pada-masa Kemerdekaan mereka semuanya apabila mau mengakui Indonesia sebagai tanah airnya, dan serta pada negara R.I. dapat dianggap sebagai Warga Negara Indonesia. (lihat UUD 45, Bab X, pasal 26, ayat 1). Namun perlakuannya terhadap mereka ada perbedaan. Bagi keturunan Arab, karena agamanya sama dengan yang dipeluk suku bangsa mayoritas Indonesia, maka mereka dianggap "Pri" [Pribumi] atau bahkan “Asli”, sedangkan keturunan Tionghoa, karena agamanya pada umumnya adalah Tri Dharma (Sam Kao), Budis, Nasrani dan lain-lain. Keturunan India yang beragama Hindu dan Belanda yang beragama Nasrani, dianggap “Non Pri”. Dengan stikma "Non Pri" tersebut kedudukan mereka yang bukan “pribumi”, terutama keturunan Tionghoa terasa sekali pendiskriminasiannya. Bahkan oleh pemerintah ORBA, telah dikeluarkan beberapa Peraturan Presiden yang menggencet mereka, bahkan dengan
politik pembauran yang bersifat asimilasi. Sehingga sebagai etnis mereka tidak boleh
eksis.
Selengkapnya...

Jumat, 22 Oktober 2010

Sisi Lain Kehidupan Anak Jalanan Ibukota

Anak jalanan hidup di area yang berbahaya. Perlindungan bagi mereka nyaris tidak ada, membuat para pelaku kriminal bebas menjadikan mereka korban. Hujan yang turun sejak sore masih menyisakan gerimis hingga dini hari.

Dinginnya cuaca pada hari itu terasa menusuk tulang. Namun, satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan tiga orang anak balita masih terjaga di kolong jembatan layang Pejompongan, Jakarta Pusat.

Salah seorang di antara ketiga bocah itu, anak perempuan berusia 5 tahunan, sigap mengelap motor yang melintas di kawasan itu ketika lampu merah menyala.

Aktivitas itu dia lakukan sembari menggendong bayi berusia bulanan yang terlelap dalam balutan kain lusuh.

Tak perlu mengurut dada, pemandangan seperti itu sudah biasa di di Ibu Kota. Gelandangan cilik yang bergerombol di lampulampu merah merupakan fenomena wajar di kota itu. Mereka itulah yang kerap disebut anak jalanan.

Menurut sosiolog dari Universitas Indonesia, JF Warouw, anak jalanan memiliki tiga defi nisi yang berkembang dari defi nisi awal.

Definisi awalnya adalah anak-anak yang terlantar atau ditelantarkan oleh orang tua mereka dengan alasan ekonomi, lalu berada di jalanan.

Namun seiring perkembangan di masyarakat, definisi mulai berkembang menjadi anak-anak produk dari keluarga miskin yang ternyata orang tuanya melihat potensi anak-anak mereka sebagai pemberi uang untuk keluarga.

Dari definisi kedua ini berkembang definisi ketiga, yaitu anak-anak jalanan ini dengan sengaja dan tidak sengaja dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan tertentu.

Kekerasan juga kerap dialami anak-anak jalanan ini dari yang terselubung sampai kekerasan terbuka. Keinginan orang tua yang menyuruh mereka mengamen atau mengemis di jalanan juga merupakan kekerasan walau terselubung. Dari kekerasan terselubung ini akan muncul kekerasan terbuka.

“Di jalanan terjadi wilayah kekuasaan teritorial. Kalau mereka melanggar maka akan saling berkelahi.

Contohnya di kereta ekonomi Jabodetabek. Bila ada yang mengamen di suatu gerbong dan temannya ada di belakang, maka ia harus menunggu giliran hingga temannya pindah ke gerbong berikut,” ujarnya.

Selain itu, dari pengamatannya di jalanan, ia mendapati orang tua anak-anak ini mengawasi dari jauh kegiatan anak-anaknya di jalan.

Bila sudah seperti ini, maka aktivitas anak jalanan ini sudah terorganisasi. "Warouw" menilai keberadaan anak-anak ini di jalanan sebagai kegagalan tingkat pemerintahan pada level bawah mengelola warganya.

Ia mengatakan seharusnya ketua RT/RW dan sampai tingkat kelurahan bisa mendeteksi kemiskinan di wilayahnya dan membuat program pemberdayaan masyarakat.

Sementara Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta, Budihardjo, mengatakan pihaknya akan menertibkan anak jalanan. Setelah ditertibkan mereka akan diajukan pilihan, misalnya mereka akan kembali ke sekolah atau menjadi anak negara.

Anak jalanan yang menjadi anak negara akan ditampung di enam panti sosial dan disekolahkan. Di bawah binaan Dinas Sosial terdapat 23 rumah singgah dan enam panti sosial yang menampung anak jalanan menjadi anak negara.

Jumlah kapasitas daya tampungnya sebanyak 1.240 anak. Dinas Sosial mengharapkan partisipasi dan gerakan masyarakat untuk memerangi sindikat dan koordinator anak jalanan serta pengemis.

“Kami mengharap pengguna jalan juga tidak memberi uang kepada mereka di jalanan sehingga anak jalanan dan pengemis akan menghilang dengan sendirinya,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga bertekad memberantas sindikat anak jalanan yang mengeksploitasi anak jalanan untuk kepentingan ekonomi mereka.

“Kita menggandeng Polda Metro Jaya untuk mencari upaya permasalahan sosial yaitu menangkap pelaku yang mengoordinasi anak jalanan termasuk yang melakukan sodomi karena eksploitasi anak sudah masuk pidana yang menjadi ranah kepolisian. Di sisi lain, Budiharjo mengharapkan peran masyarakat lebih ditingkatkan.

Ia menilai peran dewan kelurahan serta karang taruna di kelurahan kurang maksimal sehingga banyak remaja tidak memiliki aktivitas. Ia menyebut masyarakat sudah cenderung tidak peduli dengan kondisi sosial di sekitar tempat tinggalnya.

Penuh Kekerasan Di lain pihak, Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, mengatakan kemiskinan adalah akar hadirnya anak-anak di jalanan sehingga mereka mencari uang dengan mengamen dan mengemis. Kemiskinan ini pula menyebabkan timbulnya kejahatan.

Walaupun bukan menjadi faktor mutlak, Adrianus menilai, kemiskinan membawa anak-anakanak ke dalam lingkungan yang berbahaya. Adrianus pun menyebut kasus Baikuni alias Babe yang melakukan tindakan mutilasi dan sodomi terhadap anak-anak telantar.

“Kehadiran mereka di jalan membahayakan nyawa mereka. Ditambah keluarga para anak jalanan tidak peduli keberadaan anaknya akan makin memudahkan orang-orang seperti Babe menjalankan niatnya,” terangnya Adrianus menyebut orang seperti Babe bisa mengulang perbuatannya berkali-kali karena pelaku berhasil menutupi kejahatannya. Karena merasa aman dari hukum, pelaku terus menjalankan aksinya.

“Kasus ini terjadi karena ada kepuasan dari pelaku. Ada kenikmatan pelaku saat menjalankan aksi kejahatannya,”.

Menurut psikolog anak dari Dialogue Consulting dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Herlina Lin, anak jalanan biasanya mendapatkan perlakuan tidak semestinya dari orang tuanya.

Mereka tidak mendapatkan hak layaknya seorang anak seperti pendidikan dan juga belum saatnya mencari uang.

Bahkan, anak jalanan ini bukan hanya membantu tugas orang tuanya, namun menjadi ujung tombak mencari nafkah karena orang tua mereka mengeksploitasi mereka dan memantau dari jauh.

Pada keluarga tertentu yang miskin, ada yang bisa melindungi anak-anaknya sehingga tidak berada di jalanan karena orang tuanya peduli dan mengawasi ketat anaknya.

Anak-anak mereka membantu orang tua dengan berjualan koran atau ojek payung tapi tetap diawasi orang tuanya.

Jumlah keluarga seperti ini jarang. Kebanyakan orang tua mereka tidak peduli terhadap keberadaan mereka di jalanan sehingga tidak memonitor yang mereka alami di jalanan.

“Hal ini tergantung pola pikir orang tua memaknai tanggung jawab mereka terhadap anak seperti apa. Jadi anak jalanan hadir karena pembiaran oleh orang tua dan kedua karena faktor ekonomi,” jelasnya. Anak jalanan juga cenderung mengalami kekerasan dari sesama anak jalanan.

Ia pernah melakukan penelitian untuk studi kasus anak jalanan. Dalam pengalamannya, anak yang usianya lebih muda sering diperas oleh anak jalanan yang lebih tua dan besar.

Anak yang posturnya lebih kecil dan usianya lebih muda akan lebih banyak mendapatkan uang dari orang di jalan. Akibatnya anak jalanan yang lebih tua merasa iri hati dan melakukan pemerasan.

“Saat mau pulang ke rumah diadang oleh yang senior dan diminta uangnya. Lalu di saat mereka tidur, uang hasil ngamennya diambil.

Bahkan, ketika sudah disembunyikan uangnya tetap bisa ditemukan dan diambil,” terangnya. Karena mereka tidak memiliki pelindung saat berada di jalanan, beberapa dari mereka melakukan perlawanan. Di satu sisi mereka kekurangan kasih sayang atau kebutuhan emosionalnya kurang dari orang tuanya.

Namun, di sisi lain, mereka memiliki karakter kuat untuk bisa bertahan hidup. Selain itu, rasa solidaritas di antara mereka juga tinggi dengan saling berbagi makanan dan uang hasil mengamen seharian.

Sumber : http://theprincessholiic.blogspot.com/2010/03/sisi-lain-kehidupan-anak-jalanan.html
Selengkapnya...

Jumat, 15 Oktober 2010

Budaya Barat Mulai Mengancam


Sosial dan Budaya

Jauh sebelum kebudayaan barat masuk ke bumi pertiwi, kebudayaan kita jauh lebih berperadaban. Hidup bermasyarakat dengan norma-norma kesusilaan telah dahulu ada di peradaban negara kita. Saat ini, kebudayaan itu sedikit demi sedikit mulai terkikis.
Kita juga tidak dapat berpaling dari kenyataan penjajahan budaya barat. Bahwa bangsa ini selalu demam dengan trend-trend barat yang asusila. Satu contoh saja kita ambil. Ketika orang-orang barat menyelenggarakan kontes ratu sejagat misalnya, maka dengan antusias Negeri timur mendelegasikan wanita-wanita terhormatnya untuk ditelanjangi, Cuma karena takut dikatakan terbelakang dan tidak modern. Belum lagi desain-desain busana wanita yang sangat tidak menghargai keindahan tubuh wanita, kemolekan tubuh wanita yang seharusnya ditutupi, dieksploitasi ke setiap sudut mata memandang. Ini salah satu bentuk penjajahan budaya bukan? Sungguh ironis memang.
Dan yang lebih ironis lagi, Budaya berpakaian bebas, kadang membuat generasi kita tergiur. Dari pemikiran barat yang mengacu kepada kebebasan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi membuat kita ikut-ikutan. Sebagian dari kita menganggap teori hak asasi manusia ini sebagai suatu keadilan.
Munculnya pemilihan Miss Universe sebagai ajang internasional pada tahun 1952, motif utamanya adalah bisnis. Perusahaan Pasific Mills menyelenggarakan acara itu untuk mempromosikan pakaian Catalina. Pada tahun1996, Donald Trump membeli hak kepemilikan kontes ini yang kemudian ditayangkan CBS dan pada tahun 2003 beralih ke NBC, yang tentunya sangat kental dengan kepentingan bisnis. Demikian pula di Indonesia, kontes ratu-ratuan ini yang dimobilisasi oleh perusahan kosmetik Mustika Ratu dan Marta Tilaar, hanyalah untuk mempromosikan produknya, sehingga wanita Indonesia akan tergila-gila kosmetik. (Buletin Sidogiri. hal 13 edisi 20 Rajab 1428 H).
Dikatakan “kontes tersebut diantaranya bertujuan mendongkrak citra bangsa di hadapan dunia, bagian dari keterbukaan dan kebebasan hak asasi, pemilihan putri tidak hanya mengandalkan kecantikan, tapi kecerdasan dan sopan santun”. “ Perekonomian nasional bisa hancur akibat dari UU APP ini “ ujar Poppy Darsono, penasehat Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) yang diikuti oleh Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI), Asosiasi Pemasok Garment Aksesori Indonesia (APGAI), Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO), Asosiasi Manufaktur Indonesia (AMI),Asosiasi Perstektilan Indonesia (API) dan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI). (AULA, hal: 16, edisi April 2006).
Apapun alasan yang dijadikan justifikasi dalam ajang tersebut hanyalah sebuah usaha menelanjangi norma-norma negeri timur dan usaha melegitiminasi penjajahan terhadap budaya islam. Karena mendongkrak citra bangsa, kebebasan hak asasi, kecerdasan suatu bangsa dan sopan santun ataupun peradaban yang modern tidak bisa dipresentasikan dengan seorang gadis atau wanita yang tidak punya rasa malu untuk telanjang di hadapan dunia. Ini adalah bukti kebodohan yang tidak pernah mengerti tentang tata nilai dan kehormatan sebuah bangsa.


TERHADAP KEBUDAYAAN TRADISIONAL
 

Seiring perkembangan zaman, era masyarakat modern kini cenderung lebih mengakar pada budaya Barat yang dianggap lebih berkualitas. Semangat zaman dengan pengaruh Barat ini, sudah dianggap sebagai ciri kemodernan atau sebagian dari ekspresi kebudayaan terkini.
Berdasarkan atas peristiwa paradigma budaya yang ada di daerah kita, kita harus prihatin dan juga perlu memberi buah pikir kepada masyarakat tentang budaya daerah lokal sangatlah penting. Dengan demikian kita dapat meneladani para nenek moyang kita terdahulu yang telah susah payah membuat suatu budaya yang telah tercipta dan tidak terpikirkan oleh kita betapa sulitnya membuat budaya yag mempunyai nilai estetika yang tinggi.
Melihat fenomena Indonesia bahwa tentang modernisasi, dan pengaruh Negara maju. Banyak efek atas keberlangsungan pembangunan Indonesia. Secara system memang Indonesia sudah lebih maju, namun dari kemajuan itu baik dari pendidikan,social, dan tekhnologi. Para pelakunya tidak pernah memperhatikan efek dari kemajuan itu, utamanya bagi masyarakat yang belum siap mengikutinya dan juga para generasi muda.
Jelas SDA dan SDM akan semakin lemah dan berkurang karena didalam pembagunan itu sendiri konteks Indonesia tidak memperhatikan etika pembangunan. Bahkan adanya tuntutan kemajuan semakin lama semakin tidak bisa mengelola dan mengaturnya. Contoh satu juga kita ambil seperti pemilihan Presiden. Ternyata uang yang banyak dibuang secara sia-sia. Mengapa uang itu tidak untuk pemberdayaan masyarakat. Artinya pemilu demokrasi sah-sah saja akan tetapi jangan terlau banyak mengeluarkan uang Negara hanya untuk acara yang sesaat.
Negara kita yang dikategorikan negara berkembang sebenarnya belum siap dengan kemajuan yang berasal dari pemikiran barat. Barat yang dengan seluruh kebudayaannya mendukung berjalan kemajuan mereka. Tetapi kita yang masih memakai kebudayaan timur, dan sedikit banyaknya telah tersusupi oleh pemikiran barat malah menjadi kacau balau. Masyarakat belum siap menghadapi perubahan sosial.
Masuknya modernisme dan hegemoni Negara adidaya yang masuk ke-Indonesia menjadikan budaya yang tercipta di Indonesia kini sudah seakan-akan mulai luntur, berbagai kesempatan orang asing memasuki Indonesia, mengakibatkan terberangusnya budaya yang ada (tradisonal) seperti gotong royong, norma-norma, etika, estetika alam dan solidaritas terkikis perlahan-lahan sehingga terjadi renggangnya budaya kebersamaan.
Budaya barat yang di bawa oleh orang barat mengakibatkan orang Indonesia terluluh lantahkan untuk mengikuti budaya tersebut. Pola hidup yang sifatnya sesaat, nafsu dunia, mengakibatkan dekadensi, baik moral, seni dan lainya. Budaya tradisional akhirnya kalah menarik, mereka lebih tertarik mengembangkan budaya asing yang serba seksi dan enggan dengan budaya yang kuno ( tradisional). Makanya tidak salah dibalik kemajuan Indonesia sebetulnya mengalami kemunduran terutama dibidang SDA dan SDM-nya. Karena tidak ada perkiraan dalam jangka panjang ( kurangnya etika dalam pengelolaan dan pelestarian itu sendiri).
Padahal yang tradisional jika masyarakat bisa berfikir dengan akal sehatnya bahwa budaya yang tradisional apabila dikembangkan maka mampu menarik budaya disekitarnya untuk mengikutinya. Dengan rasioalisasinya menjaga dan terus melestarikan budaya itu. Namun tidak sepenuhnya dengan mempertahankan budaya yang ada akan mampu menciptakan perubahan. Karena kita tau ada kemungkinan terciptanya sebuah perubahan lewat dua factor penting ini, pertama faktor internal, kedua faktor eksternal.
Indonesia mendambakan pembangunan baik ekonomi, pendidikan, stabilitas social dan politik. Secara umum Pembangunan adalah merupakan suatu upaya bagaiamana memajukan suatu tempat sehingga strata dengan tempat yang sudah dianggap maju. Baik itu ekonomi, pendidikan, politik, dan budaya. Seperti di Negara Eropa, cina dan Negara yang berkembang lainya. Ketika kita mencoba melihat pada daerah terpencil ( desa-desa) yang hanya bisa melihat sebuah perkembangan sains dan tekhnologi. Maka pembangunan dianggap suatu malapetaka. Mengapa malapetaka, karena ia mempunyai asumsi dasar bahwa sulit untuk mengikuti pola hidupnya. Terutama dalam dunia pendidikan, disebabkan karena ekonomi lemah. Pembangunan yang memiliki orientasi materi maka seseorang atau masyarakat untuk mengikuti negara yang sudah maju terutama dibidang ekonomi maka dibutuhkan kreatifitas yang tinggi pada setiap personal. Tangguh, siapa bermain dan bersaing didunia modern ini.
Budaya asing yang masuk keindonesia menyebabkan multi efek. Budaya keindonesiaan perlahan-lahan semakin punah.berbagai iklan yang mengantarkan kita untuk hidup gaul dalam konteks modern dan tidak trsdisional sehingga memunculkan banyaknya kepenctingan para individu yang mengharuskan berada diatas kepentingan orang lain. sehingga yang terjadi sifat individualisme semakin berpeluang untuk menjadi budaya kesehariannya. Ini semua sebenarnya terhantui akan praktik budaya yang sifatnya hanya memuaskan kehidupan semata.
Dalam teori modernisasi dinyatakan bahwa setiap Negara harus melakukan spesialisasi produksi sesuai dengan keuntungan komfaratif yang dimilikinya. Negara-negara dikatulistiwa yang tanahnya subur, misalnya, lebih baik melakukan spesialisasi dibidang produksi pertanian. Sedangkan dibumi sebelah utara, yang iklimnya tidak cocok untuk pertanian, sebaiknya melakukan spesialisasi produksi dibidang Industri.Mereka harus mengembangkan tekhnologi, untuk menciptakan keunggulan komparatif bagi negrinya.
Ada dua permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dunia, termasuk didalamnya Indonesia yaitu masalah sosial politk dan masalah ekonomi. Maka dari dua masalah ini sangat rumit untuk diselesaikan dikarenakan banyaknya kepentingan yang terselubung dalam masalah diatas maka tidak salah ada sebuah ungkapan dalam suatu masyarakat yang menginginkan kesejahteraan. Bahwa masyarakat akan percaya pada pemerintah apabila ia mampu mejaga kestabilan ekonomi yang secara generalnya mampu menjaga proses jalannya ekonomi itu sendiri lebih lebih dalam suaka politik yang didalamnya berbagai kepentingan terselubung bahkan dalam politik ini membutuhkan kejelian dan kejeniusan dalam melihat sebuah fenomena baik itu kaitannya politik, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. Semua itu mempunyai misi yang sama ingin menciptakan sebuah perubahan. Walaupun cara yang ia gunakan sangat beragam. Pada akhirnya, sejarahlah yang akan membuktikannya nanti.

Selengkapnya...

Jumat, 01 Oktober 2010

Konsep Dasar Pemrograman Basic

oleh khoirul pada Desember 28, 2009

Bahasa BASIC yang merupakan salah satu bahasa tingkat tinggi (High Level language) berorientasi kepada pemecahan masalah (problem solving). BASIC merupakan singkatan dari Beginner’s All Purpose Symbolic Instruction Code. Bahasa ini ditemukan oleh John G. Kemeny, seorang professor dari Darthmounth College dan Thomas E Kurtz pada tahun 1960. Perintah-perintah dalam bahasa BASIC relatif mudah dipahami, oleh orang awam sekalipun.

Banyak sekali compiler dari versi bahasa BASIC yang ada di pasaran, misal : BASICA, GWBASIC, MBASIC, Turbo BASIC, Quick BASIC, Power BASIC, dan lain sebagainya. Dasar pemrograman dari semuanya bermuara pada style pemrograman yang sama yaitu bahasa BASIC itu sendiri.



Untuk mempermudah pemahaman dalam pembacaan program bahasa BASIC dikembangkan pemrograman yang terstruktur, yaitu dengan sedapat mungkin menghindari perintah GOTO. Perintah GOTO menyebabkan program menjadi sukar dipahami alurnya. Pada pemrograman yang terstruktur sebagai pengganti GOTO dapat digunakan perintah penyeleksian kondisi dan berbagai macam alternatif perintah perulangan. Bahasa BASIC yang sudah terstruktur, misal : TURBO BASIC dan QUICK BASIC. Dalam proses perkembangannya software bahasa BASIC dapat dijalankan pada platform WINDOWS dan pemrograman yang berorientasi obyek (Object Oriented Programming) seperti dalam software VISUAL BASIC.

DATA, KONSTANTA DAN VARIABEL

Data dalam istilah bahasa adalah bentuk jamak dari kata datum yang berarti fakta. Dalam pengertian yang lebih spesifik data mewakili angka, karakter dan simbol-simbol lain yang berfungsi sebagai masukan untuk proses komputer. Data yang mewakili symbol-simbol bukan merupakan informasi, kecuali dalam pengertian tertentu.

C. DATA

Jenis-jenis data dalam bahasa pemrograman dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian , secara garis besar adalah sebagai berikut :

Data Numerik, yaitu jenis data yang digunakan dalam proses aritmatika atau proses matematis lainnya.

Data String, yaitu jenis data yang dapat terdiri dari berbagai macam karakter dan digunakan untuk proses non matematis.

Data Logika, yaitu data yang terdiri dari dua satuan : Benar (true) atau Salah (false). Kondisi ini digunakan dalam proses logika yang terdapat dalam persamaan Boolean.

Tipe data dalam bahasa pemrograman dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu :

* Tipe String
* Tipe Numerik

D. KONSTANTA

Suatu data dengan sifat tetap yang digunakan dalam pemrograman disebut konstanta. Adapun tipe konstanta yang dikenal dalam bahasa pemrograman yaitu :

1. Konstanta String/Alphanumerik

Contoh : “Hello”, “Training”, “Belajar Bahasa Basic”

2. Konstanta Numerik:

• Konstanta Bulat (Integer)

Desimal : terdiri atas angka 0 – 9, contoh : 200, 7, 45

Hexadesimal : terdiri atas angka 0 – F, contoh : &HF00, &FA31

Oktal : terdiri atas angka 0 – 7, contoh : &O107, &O112

Biner : terdiri atas angka 0 – 1, contoh : &B110, &B111

• Konstanta Titik Tetap (Real)

Contoh : 10.13, 32.465, 0.453422

• Konstanta Titik Mengambang (Eksponensial)

Konstanta titik mengambang (eksponensial) yaitu konstanta yang dituliskan dengan scientific notation.

Bentuk umum : bulat. Pecahan {E|D} { [+]| [-]+} pangkat

Contoh : 2.23518E+2

E. VARIABEL

Variabel (pengubah) adalah suatu lambang dari sebuah daerah di memori utama komputer yang dapat berisi suatu nilai . Variabel merupakan nama yang mewakili nilai data dimana nilai tersebut dapat berubah pada saat program dieksekusi.

Pada setiap bahasa pemrograman , pemberian suatu nilai ke dalam suatu variable (assignment) mempunyai bentuk penulisan yang berbeda-beda. Meskipun mempunyai arti yang sama dalam pemrogramannya. Dalam pemrograman bahasa BASIC, di depan penulisan variable diberikan symbol untuk tiap jenis data yang diwakilinya (Untuk setiap jenis data symbol yang digunakan berbeda dan untuk data numeric, penambahan symbol tersebut sifatnya hanya optsional saja).

Suatu variable dapat mewakili :

a. Nilai Konstanta

Pecahan = 13.45 Nilai = 85 Nama$=”Andi”

b. Nilai dari Pengubah Lain

Nama$ = “saya”

Pengarang$=Nama$

c. Nilai yang diperoleh dari kombinasi beberapa pengubah atau nilai konstanta melalui operator.

Pi =3.141593#

Rad=derajat/180*Pi

Secara umum syarat-syarat penulisan nama variable, adalah :

1. Nama variable jangan terlalu panjang, meskipun harus dengan jelas menunjukkan fungsi nilai data yang diwakilinya (sebab setiap bahasa pemrograman mempunyai batas maksimal panjang nama variable).
2. Nama variable tidak menggunakan tanda-tanda khusus seperti tanda baca dan spasi; meskipun dalam bahasa pemrograman tertentu dapat digunakan suatu pemisah dalam penulisan nama variable. Dalam BASIC adalah (.).

Misal : Nama.Siswa$

a. Jenis Variabel

Di dalam bahasa BASIC suatu variable dibedakan atas variable numeric dan string. Variabel numeric adalah yang mengandung nilai numeric atau angka sedangkan variable string adalah variable yang berisi nilai huruf/alpha-numerik. Penggolongan variable dalam bahasa BASIC dijelaskan pada table berikut ini :

1) Variabel Numerik

a) Single Precision

Variabel presisi tunggal (single precision) merupakan default dari variable yang digunakan dalam bahasa BASIC. Jadi kalau membuat suatu variable dan tidak ditambahkan karakter apapun (!,#,%,&,$) berarti variabel tersebut bertipe presisi tunggal. Selain itu variabel ini juga biasanya ditulis dengan tambahan karakter ‘!’ di belakangnya. Variabel ini tergolong variabel yang dapat menampung bilangan real (pecahan) dan membutuhkan memory sebesar 4 byte. Variabel jenis ini mempunyai ketepatan sampai dengan 7 digit.

Contoh program:

Output :

33.33333206176758 yang dapat dipercaya (significant)

3.142857074737549 hanya 7 digit pertama

b) Doble Precision

Variabel bertipe ini mempunyai ketepatan sampai dengan 15 digit. Variabel ini selalu diakhiri dengan tanda “#” dan membutuhkan memory sebesar 8 byte.

Contoh program:

Output :

33.33333333333334 yang dapat dipercaya (signifikan)

3.142857142857143 sampai dengan 15 digit pertama

c) Integer

Variabel integer adalah variabel numeric yang dapat menampung bilangan bulat (tidak mengandung pecahan) dari –32768 sampai dengan 32767. Bila terdapat nilai pecahan maka akan dibulatkan. Pembulatannya adalah jika lebih besar atau sama dengan 5 maka akan dibulatkan ke atas, sedangkan jika kurang dari 5 akan dibulatkan ke bawah. Variabel jenis ini hanya membutuhkan memory sebesar 2 byte dan penulisa

nnya selalu menggunakan tanda %.

Contoh program:

Output:

3 -> pembulatan kebawah

1 -> pembulatan 1.25 dibulatkan ke bawah

3 -> hasilnya mestinya 2.75 dibulatkan ke

d) Long Integer

Variabel ini juga hanya menyimpan bilangan bulat tetapi mempunyai jangkauan nilai yang jauh lebih besar daripada variabel bertipe integer. Variabel ini selalu diakhiri tanda ‘&’ dan membutuhkan memory sebesar 4 byte.

Contoh program:

2) Variabel String

Variabel string disebut juga dengan variabel alphanumeric. Variabel ini selalu menggunakan tanda ‘$’ dan membutuhkan memory sebesar 3 byte.


http://rasacappuccino.wordpress.com/2009/12/28/konsep-dasar-pemrograman-basic/

Selengkapnya...

Penerjemah